Rindu

Assalamu'alaikum, kamu.

Tempo hari, kutatapkan kedua bola mataku ke atas langit. Temaram cahaya bulan menyinari kota budaya ini. Jogja, aku melihat ke sekelilingku. Mobil hilir mudik melewati jalan raya yang ramai, diikuti motor yang tak mau kalah ingin berdekatan dengan mobil alias nyelip. Di trotoar sudah terdampar puluhan tenda biru [bukan kondangan] dan jingga yang menghidangkan bermacam-macam kuliner yang menggugah selera. Namun aku tidak lapar malam itu.

Jogja, sudah berapa bulan aku menetap jadi bagian dari wargamu? Sudah berapa minggu namaku berada di catatan sipil penduduk Kabupaten Sleman? Ya, aku tau aku belum punya Kartu Tanda Penduduk yang sudah nyaman meninggali dompet teman-temanku.

Jogja, ada seberkas rindu terpercik dari hatiku sejak beberapa bulan lalu. Kian hari kian membuncah dalam benakku.


Kamu, kurasa aku rindu dengan Bekasi. [kamu pasti udah geer ya?] Aku rindu dengan segalanya tentang Bekasi. Sebuah kota, ah tidak, kabupaten yang cukup besar, yang berada di pinggir Jakarta.

Aku rindu dengan Bekasi. Tempat dimana seeorang gadis kecil tumbuh selama kurang lebih 13 tahun. Tempat dimana aku belajar untuk menulis, membaca, menghitung. Tempat dimana aku mempunyai banyak teman, kisah, canda, tawa, lelah, tangis dan emosi-emosi lainnya.

Aku rindu dengan Bekasi. Dimana sepetak tanahnya terdapat sebuah rumah dua tingkat, tidak berpagar, berhalaman yang dipenuhi dengan tanaman, dengan gerobak kecil di depan garasinya. Sebuah bangunan kecil yang menuai banyak kenangan. Terlalu banyak kenangan.

Aku rindu dengan Bekasi. Dinginnya udara pagi yang menampar wajahku tiap kali ku berangkat ke sekolah tercinta. Panas dan terik matahari yang menusuk kulitku tiap kali ku berada di luar rumah. Bulir air hujan deras seperti memukul mukul punggungku, yang dilapisi jas hujan.

Aku rindu dengan Bekasi. Berangkat pagi supaya tidak terkena macet di jembatan bertiangkan lampu berwarna merah-kuning-hijau. Pulang melewati jembatan kecil, melewati pelosok desa dengan rumah-rumah kecil, jalan berbatu, hanya karena tidak bawa helm. [Jadi intinya kalian harus bawa helm yah!] Atau karena motor yang dikendarai sang pengendara dan satu penumpangnya, disesakkan oleh pengendara dan dua penumpangnya.

Aku rindu dengan Bekasi. Tempat dimana sebuah, ah tidak, beberapa gedung berlantai dua, menjulang dan melebar di tanah yang (katanya) dulunya adalah kebun kelapa. Di sebuah kecamatan kecil bernama Tambun Selatan. Menjadi salah satu bagian dari nama gedung itu. Sekolah menengah atasku. Tiga tahun ku belajar disana. Masuk seperti anak kecil yang polos, mengikuti segala rangkaian orientasi dengan teman-teman sekelasnya, yang beranjak menjadi keluarga kecilnya.

Aku rindu dengan Bekasi. Dimana terdapat sebuah ruangan kecil, yang menampung 32 anak dan seorang pahlawan tanpa tanda jasa, yang akan bergantian mengajar pada bel pergantian jam tertentu. Ruangan yang menampung segala kegiatan, tak hanya belajar mengajar, namun candaan para lelaki yang tidak waras, obrolan gadis-gadis yang memang suka ngerumpi, serta permainan-permainan kecil yang kadang mengesalkan hati, namun selalu dimainkan untuk kesenangan batin. Sebuah kelas yang disulap menjadi suatu rumah dengan musholla kecil ajaib di bagian belakang, disulap menjadi bioskop kecil dengan layar yang kadang-kandang memusingkan mata, atau bahkan menjadi sebuah warung lesehan dengan terhamparnya makanan-makanan masakan para ibu yang bermacam-macam.

Sebuah rindu yang menyesakkan hati. Aku rindu dengan Bekasi. Bila terdapat slogan tentang Jogja, "Kapan ke Jogja lagi?", aku ingin mempunyai untaian kata seperti, "Kapan ke Bekasi lagi?".

Jogja, maukah kau mengijinkanku, suatu saat nanti, untuk kembali memeluk Bekasi tercinta?

Comments

  1. boleh. silakan ke Bekasi lagi. puaskan rindumu pada Bekasi, Nak. *Jogja bilang*

    ReplyDelete
    Replies
    1. *dompet bilang* bayar buku b.indo, bayar fotocopyan, bayar uang kas :'3

      Delete

Post a Comment

Coretan atau catatan kecil dari kamu akan sangat berarti buat penulis. Terimakasih :)