Trip to Lao P.2

Assalamu'alaikum.

Berkat request temanku yang selalu aku bicarakan di post sebelumnya, aku akan menulis Trip to Lao Part 2. Karena aku juga ingatkan ada beberapa hal penting yang belum aku sampaikan di post sebelumnya.

Langsung ya, cus.

1. Mata Uang & Money Changer

Seperti yang sudah aku sampaikan di post part 1, mata uang di Laos adalah Kip. Ngitungnya tinggal dikali 1,7. Tetapi, ternyata kita nggak bisa langsung menukar IDR (Indonesia Rupiah) ke LAK (Laos Kip). Di Indonesia nggak bisa nuker ke LAK, di Laos juga nggak nerima IDR.


Ternyata udah jadi 1,6 kali-nya :(

Terus gimana?

Tuker ke dollar dulu! Ini yang aku dan teman-temanku lakukan sebelum kami berangkat ke Laos. Kami pergi ke money changer di Indo untuk menukar uang IDR ke USD (US Dollar). Jadi, sampe Laos, kami mengantongi sekian USD.

Udah kan kelar? Tinggal dituker ke LAK?

Tidak semudah itu ferguso. Ya semudah itu sih. Tapi nggak juga. Karena, kemarin kami agak strunggling buat mencari money changer terdekat.

Di hari pertama konferensi, kami mencoba menukar uang dari USD ke LAK. Ada beberapa pilihan kala itu:

a. Tanya orang hotel, dimanakah money changer terdekat.
Gagal. Wkwk. Ceritanya, waktu kami sarapan di hari pertama konferensi, kami sempat bertanya pada staf hotel di restoran tentang money changer terdekat. Tetapi, staf yang pertama kali tanya itu gak bisa bahasa Inggris wkwk. Perks of going to another non-english-speaking country :((

Akhirnya si staf ini memanggil managernya yang alhamdulillah bisa bahasa Inggris walaupun nggak terlalu fasih.

Si manager bilang kalau "di hotel ini bisa, ada ATM juga. Tapi, mending tuker di money changer di luar"

Jadi dia tidak merekomendasikan tuker uang di hotel. Wkwk. Ngapa ya. Malah menjelekkan hotelnya tuh si manager. Iyaudah. Kami pun bertanya, dimana money changer yang terdekat. (ini pun juga sudah dikombinasikan dengan bahasa tubuh guys) Kami pun diberi arahan. Yang kemudian kayaknya kami lupa HAHAHAHA.

b. Cari di maps, dimanakah money changer/bank terdekat.

Iya lah. Ngapa bingung amat. Kan bisa cari di maps.

Problem 1: Kami nggak ada yang paketan roaming. Semuanya mau wifi-dependent. Yang mana cuman dapat di hotel. Di jalan pas kami seliweran nggak bakal ada internet.
Solusi : Cari pas di hotel/ada wifi, download mapsnya. (Iya guys, bisa pake offline maps. Caranya didownload dulu area maps yang mau digunakan. Kemudian didownload deh. Lumayan makan memori sih. Tapi worth buat kamu kamu yang males beli paket roaming di luar negeri. Which is sebaiknya tetep beli/sewa wifi portable)

Akhirnya, kami berusaha mengikuti maps. Pas baru-barunya keluar hotel, kami bertemu dengan salah seorang warga lokal yang merupakan orang konferensi juga. Beliau memberi tips "jangan ke arah sana (arah yang kami tuju), kesana aja (arah sebaliknya)" buat menemukan money changer terdekat. Oke.

c. Nah. Tanya orang lokal aja ngapa si.

No. This is not an option at all LOL.

Sama seperti staf hotel, mayoritas warga lokal Laos kurang bisa berbahasa Inggris guys :((

Penampakan uang kertas Laos yang sempat aku sisakan untuk koleksi

Sebuah cerita kocak ketika kami sedang berjalan keluar mencari money changer...

Pertama, kami mencoba bertanya pada segerombol cewek-cewek abg. "Oh masih muda nih, mungkin bisa paham ya" Pikir kami seperti itu. Baru kami hendak bertanya, eh ditolak mereka. Jarene, mereka raiso paham. Nggak deng. Mereka cuman berbahasa isyarat kalau mereka ga bisa paham/jawab pertanyaan kami.

Kedua, kami menghampiri seorang mas yang lagi duduk-duduk di motornya.

(Reka ulang percakapan ini tidak akurat ya guys, mengingat ingatanku itu jelek)
Temanku: "Can I ask you something?"
Si mas: "Yes"
Kami dalam hati: wah, oke juga di mas, percaya diri banget jawab "yes"-nya
Temanku: "Do you know where's the nearest money changer?"
Si mas: *hening* *mulai ngomong pake Bahasa Laos
Kami: *hening*
Temanku: "Money changer" *sambil berusaha pake bahasa tubuh juga*
Si mas: *menjelaskan pake Bahasa Laos+pake bahasa tubuh*

Kami: ... yaudahlah...

Ketiga, ketika mencoba berjalan ke arah yang ditunjukkin si mas, kami melihat dua bule, probably Americans. Kami kemudian berpikir lagi, "ah mereka kan harusnya pernah nuker uang disini, coba tanya deh"

Kami: "Excuse me, do you know where's the nearest money changer?" *berharap banyak*
Bule: "Oh no, we don't know. But you can find an ATM there" *sambil nunjuk ke arah sana gitu lah*
Kami: "Okay, thank you"

Hmm. Narik di ATM itu opsi terakhir banget guys. Memang sih kita juga bisa narik uang LAK di ATM situ dengan kartu debit kita, asalkan ada logo VISA/Mastercard-nya. Tapi, sekali tarik, kena biaya administrasi bisa sampai 20-40 ribu rupiah. Kan ya sayang banget dong :((

Dan akhirnya kami menemukan bank dan menukarkan uang USD kami disana ke LAK. Alhamdulillah.


2. Kamar Mandi

Wkwkwk. Bentar ketawa dulu ya. Ini masalah lawak lagi sih soalnya.

Do you know how di kamar mandi di Indonesia biasanya either ada gayung atau semprotan air?

Di Laos tidak ada guys :((( Kami menyebutnya, "kamar mandinya kering". Aku gak tau si kalau di negara lain mungkin ada yang kayak gini juga apa nggak :( Cuman kan ini pertama kali aku ke LN wkwk :((

Tapi di Bandara Wattay ada sih bilik toilet yang ada semprotan airnya. Ada juga yang enggak. Hiks.


3. Produk Thailand

Karena Laos itu tetanggaan sama Thailand, jadi kami menemukan beberapa barang yang sebenarnya berasal dari Thailand di Laos. Icon Laos yang salah satunya merupakan Gajah pun, sama dengan iconnya Thailand. Bingung gak?

Es Krim Topten Matcha. Semacam feast tapi isinya es krim matcha

Salah satu produk Thailand yang masuk Laos adalah foto tersebut. Waktu di Morning Market, ada temanku yang ingin beli es krim. Kami pun melihat sebuah freezer W*lls, dan mengecek apakah si es krim halal apa ndak. Ya walaupun di negara kita halal, kan belum tentu dengan merk sama di luar negeri juga halal :( Dan alhamdulillah es krim yang kami temukan di Morning Market ini adalah halal. Dan karena ini sebenarnya produk Wallsnya Thailand, jadi lah cap halal ini keluarkan oleh "MUI"-nya Thailand.

Topten Matcha ini beneran enak banget guys. Aku belum pernah coba si es krim milo dan kitkat yang hits setelah ditemukan di negara lain, tapi bukan di Indonesia. Maka aku ingin es krim ini hits sampe semoga masuk Indonesia :(( Aku butuh feast matcha please :((

Kalau nggak salah si es krim harganya 5.000 LAK, atau 7.000 LAK ya. Kok aku lupa. Karena aku gak beli sendiri tapi dibeliin wkwk. :)))


4. Nyari Makan

Cari makanan merupakan sebuah PR lain apabila kamu seorang muslim. Laos adalah negara mayoritas beragama Buddha. Islam termasuk yang minoritas disini. Temanku ada yang sempat main ke KBRI Laos (yang terletak di dekat Patuxay Monument), dan pas banget itu hari Jum'at. Dia pun diajak sholat Jum'at di salah satu dari dua masjid yang ada di Vientiane, ibu kota Laos. Iya, masjid di ibu kota-nya cuman ada 2 guys. Katanya masjid ini juga termasuk kecil.

Tadi sekilas tentang masjid, sekarang ke makanan. Pertanyaannya adalah "apakah kita bisa makan di Laos?"

Jawabannya, bisa. Dengan effort lebih wkwk.

You might want to skip this alinea: Karena 90% mealku tercover di hotel tempat acara berlangsung, jadi makananku aman-aman aja. Di hotel ada keterangan halal-nya di setiap item makanan. Kalau nggak halal ya nanti ada tulisannya "non-halal" gitu. 10%nya lagi?

Aku sempat 2 kali mencari makan di luar hotel.

Pertama, waktu itu malam dan pas acara bebas. Kami pun mencari makan di luar. Salah satu temanku sudah ada yang mencari tempat makan halal. Namanya "Taj Mahal Halal Restaurant". Yep, it's Indian foods. Makanan India. Aku sempat blogwalking juga di beberapa post yang cerita tentang pengalaman mereka travelling ke Laos. Dan jawabannya juga hampir sama. Kalau mau makanan halal, you'll have to eat Indian or Pakistan foods or such.

Kedua, waktu itu juga malam dan kami lagi strolling di Night Market sepanjang sungai Mekong. Ada beberapa jajanan dan ada beberapa temenku yang mau beli kebab. Pikir kami, "ah kebab mesti daging sapi nih, insyaAllah aman" Eh taunya.... kebabnya pake daging babi. Batal deh beli kebab.

Akhirnya temanku ada yang bertanya ke locals dan dikasih tau ada namanya "Nazim Halal Restaurant" yang nggak jauh dari tempat kami *berniat* beli kebab itu. Pas sampai sana, taunya restoran India lagi. Tak apa :) Yang penting bisa makan. Memang sulit kalau kita mau kulineran di negara yang muslim jadi minoritas disana.

Butter Naan (roti India). Harganya 8.000 LAK / 13.600 IDR

Harga makanan berat di Vientiane berkisar antara 25.000 LAK atau 42.500 IDR ke atas, mungkin bisa sampai sekitar 70.000 LAK atau 119.000 IDR, per porsinya. Itu yang di dalem resto-resto gitu sih. Kalau harga minumanya berkisar antara 5.000-20.000 LAK (8.500-34.000 IDR).

5. Transportasi

Buat ke berbagai tempat seperti warung makan dan Morning Market, dari hotel kami naik Tuktuk (semacam kombinasi angkot-bajaj-nya Laos/Thailand).

Tuktuk. Credit: Traveller.com.au

Rasanya naik tuktuk gimana?

Asyik wkwkw. Kadang-kadang si abang suka ngegas mendadak jadi serasa naik kuda gitu LOL. Aku hampir selalu pegangan apapun pas lagi naik tuktuk.

Ohiya, tuktuk tersedia dalam berbagai ukuran. Ada yang muat 4 orang, 5 orang, sampe yang gede kayak angkot juga ada, muat orang selusin lebih kali.

Harganya berapaan?

Cerita salah satu perjalananku aja ya. Karena aku gak tau harga pastinya berapa. Waktu ke Taj Mahal Restaurant. Jarak tempuhnya dari hotel kami sekitar 2 km, dan waktu tempuhnya sekitar 5 menit. Kami bertujuh waktu itu. Dan setelah tawar menawar, kami harus membayar sebesar 50.000 LAK untuk 7 orang. Per orangnya sekitar 7.000 LAK atau 12 tribu rupiah wkwk. Iya kami "dirampok" karena kami bukan warga lokal. Biasa lah ya, kalau ada turis harganya suka dimahalin gitu. Bahkan kami sempat disuruh bayar 100.000 LAK buat kesana (untuk 7 orang juga). Parah. Aku langsung nawar separonya lah. Jadi lah 50ribu LAK itu. Pulangnya juga sama.

Besok-besoknya, dengan jarak yang nggak jauh beda (paling mentok mungkin 4-5 km aja), kami menawar sampai 5.000 LAK per orang untuk tujuan-tujuan tersebut. Proses nawar kami bisa mencapai 5 menit kayaknya. Karena mereka pada kekeuh-kekeuh banget dah. Tapi tetep kami pake strategi wanita "nggak bisa dapet segini? yaudah kita cari yang lain aja deh" :))))

Selain tuktuk, transportasi yang kami gunakan adalah.... berjalan kaki. WKWK. No other option guys :((

OHIYA! Kalau kita pagi-pagi mau pergi, naik tuktuk bisa?

TIDAK SEMUDAH ITU FERGUSO.

Jadi ceritanya, kami sempat mau ke Morning Market jam 6 pagi (yang ternyata bukanya jam setengah 9, LMAO). Niatnya mau naik tuktuk tuh kan. Eh taunya belum ada. Vientiane ni kota yang sepiiiii banget kalau pagi. Orang-orang baru beraktivitas sekitar jam 7an. Dan benar saja, tuktuk yang biasanya mangkal di depan hotel saat itu tidak ada. Kami pun berjalan kaki.

Di tengah jalan menuju Morning Market, kami menemukan seonggok tuktuk yang terparkir di sisi jalan. Tapi, abang-abangnya nggak ada. Kami pun bertanya pada bapak-bapak di warung sebrang (yang tentu baru siap-siap belum buka gitu), kemana si abang-abang tuktuk itu. Si bapak menjawab dengan bahasa tubuh, "si abang tuktuk itu masi tidur neng". Kira-kira begitu.

YaAllah :" Sedih banget ya.

Akhirnya kami meneruskan perjalanan kami. Jarak dari hotel kami ke Morning Market itu sekitar 1,5-1,7 km (thanks google map!). Ke arah morning market ini sebenarnya ada terminal dan pasar tradisional gitu, disana baru banyak tuktuk. Tapi tuktuk yang gedenya kayak angkot, yang ada trek-nya dan kami tidak bisa mengerti trek-nya. Itu pun sudah cukup dekat dengan Morning Market, akhirnya kami memutuskan untuk jalan kaki aja sampe Morning Market. YANG TERNYATA BELUM BUKA :)

6. Transit, transit

Sebenarnya bagian ini harusnya ditulis di part 1, tapi aku lupa. Iyaudah.

Seperti yang sudah aku tulis di part 1, dari Indonesia ke Laos itu nggak ada penerbangan langsung. Semuanya harus transit, either di Thailand atau Malaysia. Dan aku memilih transit di Thailand, karena waktu itu flight termurah adalah yang transit di Thailand wkwk.

Kami transit di Suvarnabhumi Airport, Bangkok. Selama berapa jam ya. Kami nyampe Bangkok lagi itu sekitar setengah 11 malam. Dan kami naik pesawat lagi ke Jakarta itu sekitar jam 8 pagi. Ya... transit sekitar 9 jam-an ya. Dan karena kami harus tidur, tentu kami sempat tidur di bandara itu. Dan Suvarnabhumi Airport ini wis terkenal jadi "tempat tidur"nya pada transiters. LOL. Banyak traveller menggunakan kursi tunggu untuk tidur. Ada juga beberapa kursi yang memang designated buat tidur. Pokoknya jangan khawatir kalau harus transit dan menunggu over-night atau menginap di Bandara Suvarnabhumi.

Selain tidur di kursi-kursi tunggu, kamu juga bisa menginap dan tidur di hotel bandara. Tapi ini rada pricey dan emang harus book dari jauh-jauh hari. Kalau nggak salah harganya sekitar 500 ribu - 1 jutaan rupiah wkwk. Mahal emang. Makanya kami ngga nginep di hotel bandara.

Eh, bisa gak sih jalan-jalan di Bangkok sekalian nunggu jam boarding?

Bisa. Tapi kamu harus bayar.... apa ya namanya... katanya tu pajak, kami menangkapnya Visa on Arrival. Mbuh maksudnya apa. Pokoknya kita harus bayar sesuatu dulu baru bisa keluar dari Bandara untuk jalan-jalan sebentar.

Karena tiket kami cuman transit sekian jam doang, jadinya kami nggak bayar pajak tersebut dan nunggu aja di dalem airport.

Oh iya, di dalem airport juga banyak hal yang bisa diliat-liat kok. Di lantai paling atas (lantai 4 kalau nggak salah), banyak banget toko oleh-oleh, toko make up, dan tentu aja stall-stall makanan. Dan mesti ya kalau barang-barang di bandara itu lebih mahal daripada di toko biasa. So, think twice kalau mau beli barang-barang disini wkwkw. Kami sih cuman liat-liat aja kemarin.

Oh iya (lagi), di Suvarnabhumi airport ini ada musholla yang cukup luas dan nyaman. Toiletnya juga bersih. Ada water tap juga, jadi, bawalah botol kosong (jangan diisi karena nanti disita pas security check). Nanti botolnya bisa diisi air keran di dalem airport. Dari kami ber 7, hanya aku yang berhasil menyimpan botol kosong. (yang lainnya pada bawa botol air yang tersita kemudian :() Waktu security check di Suvarnabhumi Airport, setelah landing dari Laos, aku sebenarnya bawa 3 botol air. 1 agak full, 1 tinggal 1/4 isinya, dan 1 benar-benar kosong. Tapi duanya disita, dan baiknya, si security-nya sempet nanya ke aku "do you want to keep this?" sambil nunjuk ke botol yang kosong. And obviously I answered "yes". Supaya bisa minum :')

7. Smoke-Free
Ini salah satu hal yang membuat aku ter-wow. Mereka memasang tanda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) at most of public places (tidak termasuk warung makan). Tempat wisata, sekolah, taman dan lain sebagainya.


Aku nggak sempet moto tanda smoke-free yang di sekolah, karena liatnya pas lagi naik bis pas fieldtrip bersama.

8. Sungai Mekong

Salah satu pesona Laos yang belum aku ceritakan di post part 1.

Sungai Mekong ini sebenarnya milik bersama, karena bersentuhan dengan Thailand, Cina, Myanmar, Kamboja, Vietnam. Sungai ini merupakan sungai terbesar ke-10 di dunia. Wow. Dan aku berkesempatan untuk memanjakan mata dengan melihat keindahan matahari terbenam yang dikelilingi aliran Sungai Mekong. Pas banget view kamar di hotel itu madep barat/sungai ehe ehe. Luv.

The sun setting.

Epilog

Walaupun tidak ada prolognya, tapi aku mem-bold epilog supaya mudah mencerna bahwa post ini sudah mau berakhir. LOL.

I think that's all. I want to say thanks to sponsor-sponsorku sehingga aku bisa berangkat ke Laos, dan 6 orang tim Indonesia yang sudah membersamaiku selama 24/7 mulai dari berangkat dari Bandara Soetta sampai pulang lagi ke Bandara Soetta.

Saat transit di Suvarnabhumi Airport. 

Indonesia Squad at the conference welcome dinner :D

Eh kok nggak bareng sampe Jogja? Aku berangkat jog-jkt dan pulang jkt-jog sendirian :(

Sekian. Wassalam.

Comments

  1. numpang share ya min ^^
    Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
    hanya di D*E*W*A*P*K
    dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
    dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Coretan atau catatan kecil dari kamu akan sangat berarti buat penulis. Terimakasih :)